Selasa, September 11, 2007

SEBUAH KESETIAAN

“Lamanya waktu membuktikan kesetiaan seseorang“

Kata “setia“ dalam Alkitab terjemahan New Internasional Version (NIV) dipakai kata “faithfullnes,“ sedangkan dalam bahasa Yunaninya adalah “pistis“ (pi,stij) yang berarti kepercayaan, pendirian atau kepastian terhadap hal yang benar, kesetiaan atau ketaatan. Rupa-rupanya kesetiaan berkaitan dengan iman seseorang. Jadi, orang yang setia adalah orang yang beriman dan mempunyai pendirian yang teguh terhadap kebenaran.
Dalam Galatia 5:22-23 tercatat ada sembilan buah Roh, salah satunya adalah kesetiaan. Sifat setia ini merupakan karunia yang diberikan oleh Roh Kudus kepada orang percaya. Dalam hal ini, kesetiaan yang dimaksud merupakan karakter yang ada pada diri seseorang. Yang namanya karakter berarti memang orang tersebut dalam keadaan apapun dan bagaimanapun dia tetap setia, berpegang teguh, dan tetap menjalankan tugasnya. Lain halnya dengan orang yang hanya pura-pura setia (kesetiaan yang palsu). Orang yang seperti ini hanya setia bila dalam keadaan senang dan enak. Apabila diperhadapkan dengan situasi yang sulit, maka ia pasti akan pergi meninggalkan atau melepaskan, entah kepercayaannya (iman), pasangannya, pekerjaannya atau pelayanannya di gereja.
Kesetiaan seseorang bisa diuji dengan waktu. Apakah orang tersebut setia atau hanya setia-setiaan (asal setia), waktulah yang membuktikannya. Seorang pengantin yang akan menikah pasti mengucapkan janji untuk setia sampai mati. Apakah perkataan mempelai pria atau mempelai wanita ini sungguh-sungguh atau hanya sekadar di bibir saja, akan terlihat lima atau sepuluh tahun kemudian. Bila pasangannya mengalami kecelakaan, apakah dia akan tetap setia? Bila raut mukanya sudah mulai keriput dan tumbuh uban di kepalanya, apakah masih tetap setia? Bila pasangannya divonis dokter menderita sakit cancer, apakah masih tetap setia?
Demikian pula dalam pengiringan kita kepada Tuhan Yesus. Sekarang bisa saja kita giat melayani pekerjaan Tuhan. Karena memang sedang diberkati. Tapi coba bila Engkau sedang dirundung malang: perusahaan bangkrut, rumah tangga diambang kehancuran, anak-anak terlibat narkoba, menderita sakit yang tak kunjung sembuh, mendapatkan kecelakaan, apakah kita masih bisa setia? Apakah masih tetap melayani Tuhan dengan giat? Atau malah keadaannnya sebaliknya. Menyalahkan Tuhan, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan nasib, menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan dan sebagainya.
Satu hal yang dituntut oleh Tuhan adalah agar kita tetap setia. Setia dalam keadaan suka dan duka. Setia dalam penderitaan atau kebahagiaan. Seharusnya, bila hidup kita disandarkan kepada Tuhan maka kita menjadi orang yang setia. Setia berpegang teguh pada janji untuk mengiring Tuhan sehidup semati. Seperti ucapan Rasul Paulus “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan“ (Filipi 4:12). “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan“ (Filipi 1:21). Akhirnya, “hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan“ (Wahyu 2:10).
(Tony Tedjo ---www.agapemedia.blogspot.com)

Tidak ada komentar: